Monday, January 19, 2009

Nurani Seri 1

Story
Nurani Seri 1
UNHAS, Excist08/RhIring-iringan truk tentara yang mengangkut anak-anak kosmik dari dalam kampus mulai terlihat dari arah pondokan, hanya terpisah oleh danau unhas saja. Saya hitung-hitung ada 2 truk tentara ditambah satu bis milik pemkab maros yang mengangkut anak kosmik itu. Oh masih ada satu lagi ternyata, Mobil Pickup Kijang pengangkut barang-barang logistik seperti beras, kompor dan sayur-sayuran serta lauk pauk lainnya juga turut serta.Â

Iring-iringan itu berhenti di depan pintu satu Unhas, saya dan patang pun ikut naik di salah satu truk itu. Selajutnya perjalanan dimulai. Matahari sebenarnya bersinar cerah, hanya tertutupi awan mendung saja,tetapi masih kelihatan sedikit-sedikit sehingga ketakutan akan turunnya hujan tidak terlalu dipikirkan. Truk yang saya tumpangi berada barisan paling depan, ditambah lagi sang sopir rupanya suka ngebut, jadi perjalanan ke lokasi nanti saya pikir akan tepat waktu.Â

Laju truk terdepan ini meninggalkan jauh truk lainnya dan bis pemkab dibelakang. Ada beberapa anak kosmik juga yang menggunakan motor berboncengan, saya lupa berapa motor waktu itu. Ketika memasuki daerah takalar, adzan dzuhur berkumandang. Rombongan pun berisitirahat di seberang jalan depan mesjid besar kota takalar. Ada yang langsung pergi sholat, ada yang turun dan duduk di depan kios sambil mengemil permen, minum air putih, ada juga yang membagikan salak, bahkan ada yang sempat berfoto-foto. Tidak berapa lama kemudian truk dan bis pemkab pun tiba. Ketika mendekat, ternyata bis tersebut milik pemkab maros. Entah bagaimana anak-anak kosmik ini bisa mengambil bis pemkab maros untuk pergi nurani, yang jelas acungan jempol patut saya berikan pada mereka. Dari dalam Bis pun turun satu persatu penumpangnya yang didominasi oleh mahluk hawa berdarah biru-merah dan terkenal ayu-ayunya itu. Diantara para penumpang itu saya melihat beberapa wajah asing menggunakan baju seragam putih-putih dan menggunakan scraft merah yang diikatkan pada leher mereka. Kata cokke' 05, mereka itu Tim Bantuan Medis fakultas kedokteran Unhas yang diminta bantuannya untuk ikut pada Nurani ini. Saya pun sekali lagi bersorak dan mengacungkan jempol pada terobosan baru ini. Selanjutnya anak-anak kedokteran itu dikenal dengan Anak TBM. Â

Tidak berapa lama kemudian, rombongan melanjutkan perjalanan lagi. Truk tumpangan saya masih menjadi truk terdepan. Sang sopir ini memang hebat. Setelah Beberapa kilometer kami lalui, truk dibelakang dan bis pemkab maros serta mobil pickup tidak kelihatan lagi. Laju truk itu membelah udara tentu saja konsekuensinya angin pun terasa lebih kencang, rambut anak-anak bertiup kesana kemari terutama kami yang duduk di belakang merasakan langsung tiupan angin itu. Di dalam truk ini rupanya sebagian besar adalah Mahasiswa baru angkatan 2008. Saya tidak terlalu mengenali mereka, hanya ada beberapa yang selalu saya lihat di kampus. Saya geli melihat tingkah mereka yang masih kikuk ketika satu mobil bersama seniornya. Ada yang tidur (atau mungkin pura-pura tidur), ada yang senyum sendiri kala mendengar candaan dari teman dan seniornya, ada juga yang sibuk dengan tempat duduk sempitnya sehingga beberapa kali ia harus memperbaiki posisi tubuhnya. Truk itu penuh sesak sehingga beberapa Maba itu ada yang bergelantungan di besi pegangan dan menempatkan tubuhnya diatas sandaran kursi temannya. Meskipun begitu semua terlihat gembira. Kadang-kadang ada yang berceloteh ngolor ngidul diikuti tawa dan calla-an. Â

Memasuki kota jeneponto, tepatnya di belokan sebelah kiri patung kuda yang menjadi ciri khas daerah jeneponto, truk pun berhenti lagi menunggu rombongan di belakang. Dikhawatirkan truk dan bis di belakang itu tidak tahu arah, sekalian sebagai waktu istirahat sekali lagi. Karena selanjutnya rombongan tidak akan berisitirahat lagi sampai tiba di lokasi nanti. Rombongan turun lagi, truk kami berhenti di depan penjual bahan bangunan. Anak-anak sempat juga numpang buang air kecil di rumah warga dan tentu saja foto-foto. Himas 06 an temannya bahkan sempat makan coto kuda di dekat situ. Jeneponto memang terkenal karena kudanya itu.Â


Setelah bis, truk, mobil pick serta rombongan motor tiba dan berisitarahat bersama, kami pun melanjutkan perjalanan. Langit agak mendung tapi tidak ada rintik hujan, kami pun tetap tenang melaju meskipun dalam kecepatan diatas normal. Ketika memasuki wilayah kelara, wanto yang kebetulan satu truk dengan saya, mengatakan bahwa kita akan melewati rumah neneknya Ilo 06. Bilqis yang sejak tadi meramaikan suasana selalu menanyakan yang mana rumah tersebut, karena tidak kunjung tiba. Kata wanto, daerah itu ada pintu airnya. Kami pun selalu menoleh ke arah kiri yang ditunjukkan wanto dan mendapati beberapa kali pintu air. Akhirnya setelah beberapa lama, terlihat pintu air besar berbeda dengan pintu-pintu air sebelumnya, dan wanto pun menunjuk pada rumah dengan arsitektur khas daerah makassar berbahan baku kayu hitam. "itu mi rumahnya" dan kami pun ber ooooo..." ria. Â

Setelah daerah tempat rumah milik nenek ilo itu dilewati, jalanan mulai terasa tidak mulus lagi. Saya tidak sempat membaca plang tanda pengenal daerah itu, tetapi pemandangan disini mulai indah. Hamparan sawah terlihat membentang sejauh mata memandang. Sementara jalanan mulai menanjak dan penuh lubang disana sini. Terkadang anak-anak kecil bersorak ketika truk kami melewati meraka sambil tertawa. Jalanan menanjak dan penuh lubang malah membuat laju truk kami semakin kencang. Beberapa kali kami berteriak "wooooooww..." ketika truk melonjak-lonjak dan ban beradu dengan aspal rusak yang berlubang-lubang terkadang penuh genangan air.Â

Rusaknya jalanan, tanjakan yang tinggi serta banyaknya tikungan bukan berarti kecepata truk kami bakal menurun. Sebaliknya, sang sopir malah menginjak pedal gas lebih dalam. Dinginnya tiupan angin makin terasa, apalagi kami telah memasuki daerah pegunungan. Saya mulai menyadarinya ketika melihat mawar merah khas dataran tinggi tumbuh di depan rumah penduduk sepanjang perjalanan. Semakin tinggi kami mendaki, dingin alam makin menusuk. Tetapi itu semua terbayar dengan keindahan pemandangan alam di sisi kiri truk ini. Kepala-kepala anak-anak kosmik di truk ini berlomba melongok ke situ. Padi yang mulai menguning berbaris di bedengan sawah dengan sangat rapih. Sementara di sisi sebelahnya ada barisan kebun jagung yang sedang berbuah. Di beberapa belokan pemandangannya seperti itu, tetapi selalu dalam komposisi yang berbeda meskipun isinya tetap sama, padi, jagung, gunung, lembah dan sungai. Gambaran seperti ini mungkin selalu terlihat oleh anak-anak zaman sekarang di layar-layar komputer, sehingga mereka enggan untuk melihat secara langsung ciptaan Tuhan yang maha dahsyat. Beberapa kali terdengar decak kagum dari anak-anak kosmik di truk ini. Jika truk memasuki daerah padat penduduk, maka lambaian tangan dari penduduk yang kami dapati. Tetapi di daerah tikungan  dengan hamparan lukisan alam seperti tadi, maka kami akan dibelai anugerah tuhan seperti tadi. Hanya sahutan "wuuuiih....." atau "wooooww...." saja yang terdengar dari kami diiringi wajah yang berseri-seri.Â

Berkilo-kilo meter sudah tidak terasa kami lewati dengan suguhan selamat datang dari keindahan panorama alam sulawesi selatan ini. Di suatu tanjakan yang tidak terlalu tinggi, truk pun berjalan pelan berhenti tepat di depan sebuah lapangan dengan beberapa bangunan. Ada kantor PKK, kemudian sebuah baruga berukuran sedang dan sebuah mesjid. Disebelah kanannya agak menjauh terlihat dari kejauhan sebuah lapangan sepakola dengan hamparan alam yang luas. Di baruga berukuran sedang tersebut saya melihat sebuah tenda bulan berukuran besar berdiri di tengahnya. Oh  rupanya sudah sampai, disinilah malakaji itu. Ketika Baru saja saya melompat dari atas truk, dan akan menuju baruga tersebut, seseorang menyentuh pundakku, dan saya pun menoleh. Rupanya seorang Maba 2008, perempuan berparas ayu dan berjilbab. ........(bersambung)



Comments :

0 comments to “Nurani Seri 1”


Post a Comment